Sabtu, 13 September 2014

Kenapa Penolakan Rasanya Sakit ?

Masih ingat rasa nyeri di dada ketika ditolak orang yang Anda idamkan? Atau rasa hampa yang menyesakkan ketika pasangan mendadak memutuskan Anda? Atau mungkin rasa teriris ketika si dia berkata, “Maaf, kamu terlalu baik untuk aku!” ?
Rasa sakit seperti itu akan teringant jelas, apalagi kejadian itu baru terjadi beberapa hari yang lalu misalnya. Penolakan terasa seperti seseorang meninju perut bertubi-tubi, sampai saya terjatuh lemah kesakitan dan sesak napas berhari-hari.

Jadi apa yang membuat penolakan, baik diucapkan atau dituliskan, bisa terasa begitu nyata menyakitkan? Mengapa kata-kata yang tidak kasat mata itu mempunyai kekuatan untuk menusuk dada hingga perih, memukul kepala hingga pening, dan membuat ngilu setiap otot, tulang, dan sendi tubuh kita?
Jawabannya sederhana: karena area otak kita yang mencerna penolakan ternyata merupakan area otak yang sama ketika mencerna rasa sakit fisik. Ethan Kross, psikolog sosial dariUniversity of Michigan, menemukan bahwa ketumpahan kopi panas dan ditinggalkan orang yang disayangi adalah dua jenis rasa sakit yang berbeda, namun sama-sama diproses oleh area otak yang bernama somatosensory cortex dan dorsal posterior insula.

Otak kita tidak ingin membedakan antara rasa sakit fisik maupun rasa sakit emosional. Bagi otak, penolakan sama ‘memukulnya’ seperti pukulan fisik ke tubuh Anda. Sialnya lagi adalah kalaupun sedang tidak ditolak, Anda tetap bisa merasakan pukulan sesak itu lagi bila mengingat-ingat penolakan di masa lalu ataupun melihat orang lain yang sedang mengalaminya.
Kebanyakan orang merasakannya penolakan dalam bentuk tekanan nyeri di bagian tubuh atas. Itu ulah hormoncortisol dan adrenaline yang membanjiri tubuh, membuat dada berdebar-debar sesak karena jantung memompa lebih cepat (bahkan kadang jadi tidak teratur), meningkatkan tekanan darah hingga kepala terasa pening dan leher tegang. Sedemikian nyatanya rasa sakit penolakan sosial, sampai ada kondisi medis yang dinamakanTakotsuba Syndrome alias Broken Heart Syndrome yang secara gejala amat sangat menyerupai rasa serangan jantung.

Selain itu, kita juga biasanya merasa lemas, mual, kedinginan, ngilu-ngilu seperti flu. Ini akibat banyaknya cortisol yang menghabiskan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh Anda jadi lebih lemah terhadap serangan bakteri dan virus. Pada saat yang sama kehadiran hormon tersebut juga mengurangi aliran darah ke sistem pencernaan, sehingga Anda kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan pencernaan lainnya yang membuat Anda makin kehilangan energi dan mempengaruhi seluruh tubuh. Alhasil, penolakan membuat Anda benar-benar merasa tersakiti dan terpukul hancur.

Jika terbiasa berpikir kritis, Anda sekarang akan bertanya seperti ini, “Lalu kenapa sih otak didesain seperti itu? Kenapa penolakan sosial mesti diproses menjadi rasa sakit? Kenapa tidak diproses jadi rasa lain, seperti ngantuk, atau gatal, atau kembung?”
Jawabannya bisa ditelusuri dalam penelitian Naomi Eisenberger di Social and Affective Neuroscience Laboratory. Sebagai mamalia, kita terlahir dengan kemampuan membela diri yang relatif terbatas sehingga kita memerlukan manusia-manusia lain yang menolong dan merawat. Ikatan sosial menjadi kebutuhan yang krusial, karena kesendirian berpotensi menurunkan keberlangsungan hidup. Itu sebabnya dalam proses evolusi, keterpisahan dan penolakan sosial tercetak di otak sebagai rasa sakit agar manusia selalu terdorong untuk memelihara hubungan satu sama lain.

Kajian psikologi evolusi menyatakan bahwa dalam tubuh kita terkandung kode genetik yang berisi pelajaran dan pengalaman nenek moyang manusia ribuan tahun yang lalu. Jadi semua manusia merasakan sakit ketika ditolak atau dipisah, karena ribuan tahun yang lalu keterpisahan akan membuat manusia jadi lebih tidak berdaya menghadapi ancaman alam. Otak membuat penolakan terasa sakit supaya Anda dan saya jadi lebih menghargai hubungan sosial dan lebih termotivasi mengusahakan kebersamaan.
Bayangkan apa yang terjadi jika otak memproses penolakan dan perpisahan sebagai rasa ngantuk, gatal, kembung, atau lainnya? Kita pasti jadi biasa saja dengan penolakan, tidak menakutinya, bahkan cenderung masa bodo sehingga tidak merasa perlu untuk berhubungan.

Penolakan harus dibuat (sebagai ganjaran yang) menyakitkan agar kita mau berusaha keras untuk menciptakan penerimaan dan menjaga keharmonisan. Otak Anda tidak memberikan rasa sakit dari penolakan supaya Anda jadi trauma, takut jatuh cinta, dan enggan menjalin hubungan cinta. Justru sebaliknya, otak menggunakan penolakan untuk memotivasi perbaikan diri, sama seperti rasa lapar memotivasi Anda untuk makan.

#KelasCinta
Image by gosipcerita.wordpress.com

Tidak ada komentar: